News Update :
Home » » Sejarah Bendungan Lama dan Asal usul Nama Pamarayan

Sejarah Bendungan Lama dan Asal usul Nama Pamarayan

Penulis : Muhammad Nasheh Ulwan on Rabu, 27 Maret 2013 | 08.24

Pada zaman dahulu tepatnya pada tahun 1048 didaerah ini dipimpin oleh  seorang raja yang bernama  Raja Wel Wina, sebelumnya di daerah ini telah di bangun jaringan-jaringan irigasi kecil sederhana dan Irigasi tertua adalah yang di bangun oleh Sultan Ageng Tirtayasa pada sekitar abad ke 17 yang di kenal sebagai kanal sultan. Namun ketika Belanda menjajah bagian barat Indonesia tepatnya didaerah Banten sampai ke wilayah Pamarayan, awalnya colonial  Belanda hanya ingin mengambil rempah-rempah tetapi lama-kelamaan orang Belanda berinisiatif membuat jembatan untuk pengairan di lahan pertanian dan untuk mempermudah mobilitas mereka dalam mengambil rempah-rempah didaerah tersebut. Jembatan tersebut dibangun tahun 1901 faktanya tertulis pada Almanak yang tertera pada salah satu pintu air. Jembatan ini biasa disebut dengan nama Jembatan Putih atau Bendung Pamarayan Lama.
Bendung Pamarayan Lama mempunyai beberapa bagian bangunan antara lain saluran irigasi sepanjang ratusan meter yang dilengkapi dengan 10 pintu air berukuran raksasa. Diameter setiap pintu hampir 10 meter lebih yang merupakan bangunan utama. Selain itu Bendung Pamarayan Lama juga memiliki dua menara yang terletak di sisi kanan dan kiri bendungan.
Untuk menggerakkan setiap pintu air yang dibuat dari baja tersebut, pemerintah Belanda menggunakan rantai mirip rantai motor yang berukuran besar. Sepuluh rantai dikaitkan pada roda gigi elektrik yang terletak di bagian atas bendungan. Roda-roda gigi yang berfungsi untuk menggerakkan pintu air berjumlah puluhan di dalam 30 bok  tipe 1,2 dan 3 (berukuran sedang) dan  roda gigi tipe 4 dan 5 (berukuran besar). Setidaknya ada 20 as kopel berdiameter sekitar 7 centimeter dan panjang 1,5 meter sebagai penghubung roda gigi di setiap pintu air.
Pada saat itu yang mengerjakan jembatan tersebut adalah orang-orang pribumi dan para pekerja dari daerah jawa  yang dipekerjakan oleh orang belanda. Proyek bendungan  ini selesai dikerjakan pada tahun 1914 dan air mulai disalurkan pada tahun 1918, disamping bendungan ini terdapat bangunan  yang di gunakan oleh kolonial belanda untuk MEMBAYAR upah para pekerja atau biasa di sebut dengan tempat ” PAMAYARAN ”  dalam bahasa Sunda karena  bendungan ini di bangun di daerah yang kebanyakan penduduknya menggunakan bahasa  sunda,
 Warga pribumi hanya dibayar atau mendapat imbalan atas pekerjaannya hanya dengan dibayar dengan uang logam Wel Wina dengan cara pakai takeran tidak diperhitungkan dengan rinci, entah takeran uang ataupun takeran jagung. Pokoknya ukuran hanya 1 (satu)  takeran. Mulai pada saat itu munculah keributan antara warga pribumi yang meributkan imbalan yang diberikan oleh Belanda. Semakin lama semakin berlanjut keributan tersebut, dan pada akhirnya daerah tersebut menjadi sebutan PAMAYARAN para pekerja jembatan pada masa penjajahan colonial Belanda. .Dengan semangat juang dan kesatuan dari warga Indonesia akhirnya Bangsa Indonesia berhasil merebut  KE-MERDEKAAN¬-NYA dari tangan penjajahan Belanda.
Kini dengan perbendaharaan kata yang semakin banyak dan bahasa yang semakin  berkembang sebutan PAMAYARAN  berubah menjadi PAMARAYAN yang kini menjadi nama sebuah kecamatan di Kabupaten Serang Provinsi BANTEN.
Share this article :

+ komentar + 13 komentar

12 Oktober 2013 pukul 03.28

Nice History...............

14 November 2016 pukul 02.10

bangga y punya bndung pamarayan aikon pamarayan...

14 November 2016 pukul 02.11

bangga y punya bndung pamarayan aikon pamarayan...

6 April 2017 pukul 10.03

Bagus

29 September 2017 pukul 03.20

Aku bangga kepada kampung halamanku PAMARAYAN.

29 September 2017 pukul 03.21

Aku bangga kepada kampung halamanku PAMARAYAN.

9 Oktober 2017 pukul 06.11

Nice,,,,,semoga cagar alam ini bisa di petahankan sepanjang masa..aaminnn.

22 Juni 2018 pukul 04.47

Sangat di sayangkan saat ini banyak benda benda terutama yang ber bahan baja banyak yang hilang

13 Oktober 2018 pukul 19.19

Semoga yang mengelola tidak hanya memanfaatkan untuk usaha saja tp harus bisa menjaga dari tangan2 yang jahil yang merusak banguna prasejarah tersebut.
Para pejuang dengan gigihnya memperjuangkan tempatnya tp keturunannya hanya bisa merusak bukannya menjaga dan melestarikannya

6 Januari 2019 pukul 17.21

Good

13 Maret 2019 pukul 11.11

Yang jadi pertanyaan, pada zaman dulu, cara bawa matrial baja (pintu air) di bawa pake transportasi apa ya ? Padahal prasarana jalan sepertinya masih minim. Sekedar ingin tau teknologi pembangunan pada saat itu.

9 Juni 2020 pukul 23.39

mantap cagar alam supaya di lestarikan

Posting Komentar

 
Copyright © 2013-2015. Legenda Rakyat Banten . All Rights Reserved.
Developed by Muhammad Nasheh Ulwan | And Emal Priana | Powered by Elektronik Pintar